RSS

Badak Sumatera Jantan Cari Pasangan


Terancam punah, badak Sumatera jantan berumur 20 tahun mencari pasangan untuk kembang biak

Tam, Badak Sumatera-Kalimantan yang Sedang Mencari Pasangan (AP Photo/WWF Malaysia, Stephen Hogg, HO)
Bukan manusia dewasa saja yang resah mencari jodoh yang tepat. Seekor badak di Malaysia berusia 20 tahun pun sedang mencari jodoh, untuk mempertahankan keberadaan spesies yang semakin langka ini.
Badak jantan bernama Tam ini, baru saja diselamatkan dari pinggiranhutan hujan Kalimantan, dan diharapkan menjadi partisipan pertama dalam program perkembangbiakan hewan terancam punah yang dicanangkan pemerintah Malaysia.
Badak Sumatera-Kalimantan ini, ditemukan tersesat di perkebunan kelapa sawit bulan Agustus lalu, dengan kaki yang terinfeksi, nampak seperti terkena jebakan pemburu.
Tam, yang spesiesnya diketahui bersifat soliter, telah ditempatkan di tempat pelestarian satwa langka di negara bagian Sabah, Malaysia. Tam adalah generasi terakhir badak Sumatera-Kalimantan, sub spesies dari badak Sumatera yang bercula pendek.
Pejabat berwenang berharap setidaknya akan bertambah lima badak jantan dan betina yang akan bergabung di tempat pelestarian ini dalam beberapa tahun ke depan. Sehingga bisa dipasangkan dan dikembangbiakkan, kata Junaidi Payne, penasihat teknis senior untuk World Wildlife Fund, wilayah Malaysia Kalimantan.
“Jumlah mereka semakin sedikit, dan bisa semakin langka bila tak ada yang melakukan apapun, “ kata Payne kepada AP, Rabu 24 Desember 2008.
Para ahli tak bisa mengkonfirmasikan berapa jumlah badak Sumatera-Kalimantan yang masih ada di hutan, tapi perkiraan berkisar 10-30 ekor saja, beberapa dari mereka terisolasi dari yang lain untuk spesies yang sama.
Badak-badak Sumatera-Kalimantan menghilang dengan cepat dalam beberapa dekade terakhir, karena habitat mereka telah hilang akibat penebangan, perkebunan dan pengembangan lainnya. Para pemburu juga memburu mereka untuk cula, yang digunakan sebagai obat tradisional.
“Tempat pelestarian badak di Sabah memiliki luas 120 ribu hektar, dan kemungkinan bisa mencari satu sama lain dengan mencium aroma badak lain dan pasangannya tanpa campur tangan manusia, “kata Payne.
“Bila mereka tak ditekan oleh manusia, kemungkinan untuk berhasil akan lebih baik, “ katan Payne lagi.(AP)
• VIVAnews

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Penemuan Ular Sanca

Pemelihara Satwa Tanpa Izai Diancam Bui 5 Tahun
Pemilik ular sanca kembang sepanjang 3 meter di Tanah Abang masih misterius

  (AP)
Penemuan hewan satwa jenis ular sanca kembang sepanjang tiga meter dan diameter 30 sentimeter di Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, baru-baru ini, hingga sekarang masih menimbulkan teka teki. Sebab, siapa pemilik satwa yang dilindungi negara itu belum ketahuan.

Berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, setiap warga negara yang memelihara atau memiliki satwa yang dilindungi negara, harus mendapatkan izin dari pemerintah. Jika yang bersangkutan tak memiliki izin dapat diancam dengan hukuman lima tahun penjara atau denda Rp 500 juta.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) DKI Jakarta Arief Toengkagie mengatakan tidak tertutup kemungkinan ular sanca yang lepas di pemukiman warga itu merupakan ular peliharaan. Sebab hewan atau satwa yang dikategorikan langka dan dilindungi negara, tidak diperbolehkan untuk dimiliki oleh perorangan. Kewenangan memiliki dan memelihara hewan tersebut, hanya dapat dilakukan oleh lembaga konservasi seperti Taman Safari Indonesia atau Taman Margasatwa Ragunan.

“Satwa yang dilindungi negara itu banyak jenisnya. Di antaranya adalah harimau, Burung Jalak Bali, Burung Cendrawasih, Burung Kakak Tua Raja, dan ular jenis sanca,” ujar Arief yang dilansir situs resmi pemerintah Jakarta.

Selanjutnya, untuk melaksanakan fungsi pengawasan, Balai Konservasi SDA DKI Jakarta yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan ini memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Tugasnya hanya menyidik tumbuhan dan satwa liar. Kewenangan PPNS itu termasuk melakukan penangkapan dan penggeledehan terhadap tempat atau lokasi yang dianggap terdapat satwa liar yang dilindungi oleh negara. Selama ini, petugas PPNS sudah sering menggerebek dan menggeledah tempat yang menyimpan satwa yang dilindungi negara.

Biasanya, usai merazia, pihaknya langsung mengecek kesehatan hewan tersebut. Setelah itu baru ditentukan apakah hewan itu dilepas lagi ke alam bebas atau diserahkan ke taman konservasi. Karenanya, ia mengimbau agar masyarakat yang masih memelihara atau menyembunyikan satwa yang dilindungi oleh UU agar secepatnya melapor dan menyerahkannya ke Balai Konservasi SDA DKI Jakarta di Jalan Salemba Raya Nomor 18, Jakarta Pusat.

“Jika tidak maka satwanya kami sita dan pemiliknya dijerat dengan UU Nomor 5 tahun 1990. Sudah banyak para pelanggar yang merasakan ganjarannya karena kasusnya sudah sampai ke pengadilan,” kata Arief.

Ia juga mengimbau masyarakat hendaknya segera melapor ke balai konservasi SDA DKI jika mengetahui ada seseorang yang menyembunyikan atau memelihara satwa yang dilindungi negara. Sehingga petugas dapat menindaklanjuti laporan tersebut. (jon)
• VIVAnews

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Spesies Binatang Baru di Dasar Laut Indonesia


Kekayaan Indonesia memang sangat besar, dari daratan hingga lautan. Baru-baru ini peneliti di Sangihe Talaud lepas Indonesia dalam ekspedisi INDEX 2010 bulan Juli 2010 menemukan spesies hewan baru di dasar laut Indonesia.

Dengan menggunakan teknologi bawah air yang sangat canggih, ‘Little Hercules’menemukan berbagai spesies-spesies baru, termasuk diantaranya laba-laba laut sebesar piring dan hewan-hewan spons berbentuk bunga pemakan daging.

Diperkirakan sebanyak 40 spesies tumbuhan dan hewan baru telah ditemukan selama ekspedisi tiga minggu yang berakhir di bulan Agustus 2010 ini.

Sangihe Talaud, adalah sebuah kepualauan di barat laut pulau Sulawesi, dekat dengan pulau Mindanao wilayah Filipina.
  • Ibukota :  Tahuna
  • Wilayah : 2.263,95 km²
  • Penduduk : 300.000 jiwa.
  • Provinsi : Sulawesi Utara
Nah, ini dia beberapa hewan-hewan spesies baru yang berhasil ditemukan dalam ekspedisi INDEX 2010:

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Satwa Liar di Indonesia Terancam


Thailand, Malaysia, Singapura sebagai negara-negara tujuan penjualan satwa tersebut.

Satwa liar dilindungi di Indonesia (mediakonservasi.org)
Satwa liar yang dilindungi di Indonesia seperti orangutan, harimau, badak, dan gajah, menghapi ancaman serius dari aksi perburuan dan perdagangan. Wildlife Conservation Society (WCS) menilai perdagangan satwa liar makin marak karena lemahnya hukum yang ada di Indonesia.

"Selama ini langkah yang diambil baru sebatas berupa pengambilan maupun penyitaan terhadap satwa liar dilindungi tersebut. Seharusnya langkah tersebut ditindaklanjuti dengan penegakan hukum," ujar Project Officer WCS, Dwi Adhiasto disela-sela acara bedah catatan akhir tahun konservasi orangutan, pada peluncuran media center satu-satunya di Indonesia untuk koservasi, bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Selasa, 23 Desember 2008.

Menurut Adhi, untuk orangutan, dari hasil pemantauan perdagangan ilegal di Sumatera dan Kalimantan, terpetakan bahwa Thailand, Malaysia, Singapura sebagai negara-negara tujuan penjualan satwa tersebut.

Bahkan perdagangan ini difasilitasi oleh sejumlah pasar ilegal yang berada di Kutacane, Meulaboh (Aceh), Batang Toru, Jakarta, dan Banjarmasin. Bahkan kini, kejahatan tersebut masuk dalam kejahatan terbesar ketiga di dunia dengan nilai perdagangan yang mencapai US$ 180 juta per tahun secara global, atau sembilan triliun rupiah pertahun secara nasional.

Bila tidak ditindaklanjuti atau pemerintah hanya membiarkan saja, jelas ini kejahatan tersendiri yang dilakukan penegak hukum dan memenuhi unsur korupsi yang menguntungkan kelompok tertentu untuk terus berburu, memperdagangkan, dan memelihara satwa liar secara ilegal.

"Belum ada satu kasus orangutan yang sampai pada pembuatan berkas perkara dan baru sebatas berita acara penyitaan," tutur Dwi Adhiasto.

Senada dikatakan Deputy Chief of Party Orangutan Conservation Services Program, Jamartin Sihite, satwa langka seperti orangutan berada dalam situasi dilindungi tapi tidak dilindungi. Tujuh persen habitatnya berada di luar kawasan konservasi.

"Untuk itu, butir-butir dalam rencana aksi segera ditindaklanjuti dengan dihasilkannya kebijakan tata ruang berbasis ekosistem yang termasuk di dalamnya pertimbangan perlindungan spesies langka dilindungi dan diprioritaskan langkah penegakan hukumnya," ujar Jamartin.
(VIVAnews)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Aparat Bongkar Pedagangan Satwa Langka


Polisi menyita puluhan satwa langka yang telah dikeringkan dari kediaman tersangka.

Satwa langka (blog.foreignpolicy.com)
Bersama Forum Anti Perdagangan Satwa Liar, Satuan Polisi Reaksi Cepat Kehutanan dan Satuan Sumber Daya Lingkungan Unit III Polda Metro Jaya menangkap seorang pedagang satwa langka. 

Tersangka adalah Wrd. Ia tertangkap basah tengah mengeringkan kulit seekor Harimau Sumatera yang telah mati, di rumah produksinya di Jagakarsa, Jakarta Selatan pada pekan lalu pada Jumat 7 Agustus 2009.

Pramudya Harsani, anggota Forum Anti Perdagangan Satwa Liar, mengatakan, perdagangan satwa langka yang dikeringkan ini sudah terdeteksi sejak 29 Juli 2009 lalu. Namun, saat itu petugas belum memiliki bukti kuat tentang perdagangan ilegal tersebut.

Dari rumah produksi tersangka, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa dua kulit harimau utuh, enam awetan kering cenderawasih, satu elang brontok, dua kulit kucing hutan, 12 awetan kepala rusa, satu surili, lima tengkorak rusa, satu tanduk rusa, satu kepala beruang, satu kulit rusa sambar, dan satu rusa utuh.

Sekadar catatan, nilai satu lembar kulit harimau mencapai belasan juta rupiah dalam kondisi masih berbentuk kulit utuh, dan mencapai puluhan juta rupiah ketika dalam bentuk awetan kering.

Tersangka diduga mendapatkan satwa dilindungi tersebut dari kebun binatang di Jawa dan Sumatera. Satwa yang mati di kebun binatang diduga dikirimkan ke tersangka untuk diawetkan dan dijual kepada kolektor. Para kolektor berasal dari Jakarta, Bogor, Surabaya, dan Bandung. Di level internasional, mereka mempunyai koneksi ke Malaysia, Cina, Taiwan, Jepang, Thailand, Singapura dan Brunei.

Kasat Sumdaling, Ajun Komisaris Besar Eko Saputro, mengatakan, hingga kini hanya Wrd yang ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan dua anak buahnya yaitu Swl dan Als masih berstatus sebagai saksi.

Tersangka dijerat dengan UU no 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem khususnya pasal 21 yang menyebutkan larangan memiliki, menyimpan, dan memperjualbelikan satwa dilindungi yang masih hidup maupun sudah mati. Ancaman hukuman mencapai lima tahun penjara dengan denda sebesar Rp 100 juta.
(VIVAnews)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hiu Tutul Nan Jinak di Pantai Probolinggo


Jangan bayangkan hiu ini seperti saudaranya yang ganas di film Hollywood.

hiu tutul di perairan Bentar Probolinggo menyapa wisatawan (SP/ Ikhsan Mahmudi)
Sekitar seminggu ini, hiu tutul (Rhincodon typus) bermunculan di perairan Bentar, Desa Curahsawo, Gending, Kabupaten Probolinggi. Ikan yang disebut masyarakat setempat ikan kikaki ini tampak akrab dengan masyarakat.

“Ikan ini jinak, tidak berbahaya," kata Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Probolinggo, Drs Tutug Edi Utomo MM. "Saking jinaknya, beberapa orang berani naik di punggung ikan hiu tutul itu,” ujarnya Senin 25 Januari 2010.

Kedatangan kumpulan hiu tutul menjadi berkah bagi Pantai Bentar, yang dikelola Dibudpar. Ratusan orang pun berbondong-bondong ingin menyaksikan hiu dari dekat. Tentu saja mereka harus naik perahu wisata yang banyak beroperasi di Pantai Bentar.

Bahkan demi menyambut hiu-hiu yang biasa muncul di bulan Januari-Februari itu, para pegawai Pantai Bentar, juga pemilik perahu wisata mengenakan atribut bertuliskan “I love hiu” (plesetan dari I love you).

Dengan menaiki perahu wisata, kumpulan hiu yang berenang di permukaan air laut yang dangkal itu bisa terlihat. Hiu-hiu yang badannya penuh tutul itu berputar-putar di perairan sekitar 1-2 Km dari bibir Pantai Bentar.

“Mungkin ikan-ikan hiu tutul itu sedang mencari makanan berupa plankton di perairan dangkal saat laut pasang,” ujar Dian Cahyo Prabowo, koordinator Pantai Bentar.

Beberapa nelayan di Probolinggo menuturkan, ikan hiu tutul memang banyak dijumpai di Laut Jawa. “Mulai perairan Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo, hingga Madura sering dijumpai ikan kikaki,” ujar H Hambali, nelayan asal Kel./Kec. Mayangan, Kota Probolinggo.

Karena termasuk ikan jinak, nelayan pun tidak merasa terganggu dengan kemunculan tiba-tiba ikan berukuran panjang 5-12 meter. Meski mulutnya relatif lebar, 1-2 meter, ikan itu tidak pernah menggigit apalagi menelan nelayan.

Beberapa wisatawan di Pantai Bentar pun mengaku terhibur dengan kemunculan ikan hiu tutul itu. Seolah hendak memamerkan keindahan tubuhnya, ikan-ikan itu tidak berusaha menghindar ketika didekati perahu wisatawan.

Bahkan, Misnari, pengelola perahu wisata pun ikut memamerkan keberaniannya menaiki punggung ikan hiu tutul. Ia terjun dan berenang mendekati ikan hiu tutul. Dengan tangkas ia menaiki punggung ikan, mirip orang naik kuda. Tentu saja “aksi sirkus” Misnari ini menarik perhatian para wisatawan. Beberapa wisatawan awalnya mengaku takut, menyaksikan ikan yang mulutnya selebar karung.

“Tetapi begitu melihat Pak Misnari naik di punggung ikan, rasa takut itu berubah menjadi kekaguman. Subhanallah,” ujar Yanto, wisatawan asal Jetis, Mojokerto, yang bersama keluarganya berwisata ke Pantai Bentar.

Tidak hanya wisatawan yang senang bertemu dengan ikan hiu tutul. Sejumlah nelayan di Probolinggo pun menilai, kedatangan hiu tutul itu sebagai isyarat, tangkapan ikan melimpah.

“Biasanya saat hiu tutul muncul, ikan-ikan pun sedang melimpah. Bahkan sesekali, ikan hiu tutul itu ikut masuk jaring bersama-sama ikan lainnya,” ujar Sakrim, nelayan Desa Tamasari, Kec. Dringu.

(Oleh Ikhsan Mahmudi/VIVAnews)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Katak Hidung Panjang Muncul Di PAPUA



Seekor katak berhidung panjang yang para ilmuwan juluki dengan nama 'Katak Pinokio' baru-baru ini ditemukan di hutan pegunungan yang nyaris belum pernah dijamah manusia.
Melansir Daily Mail, Selasa (18/5) disebutkan penemuan katak ini disebutkan penemuan katak ini bersamaan dengan penemuan sejumlah hewan baru lainnya termasuk wallaby terkecil sedunia di pegunungan Foja di, Papua, Indonesia.

Penemuan ini berkat adanya survey selama empat pekan di hutan hujan pegunungan Foja yang dilakukan Conservation International bekerjasama dengan tim Indonesia.

Katak tersebut merupakan spesies baru bagi dunia sains. Saat ditemukan, katak tersebut berada di tumpukan padi. Conservation International mengatakan katak mirip Pinokio itu memiliki hidung panjang yang mencuat ke atas saat ia aktif. Namun, ketika dia kurang aktif atau nyantai, hidung panjangnya itu mencuat ke bawah.

Pegunungan Foja diklasifikasikan sebagai penangkaran satwa liar nasional yang berada di Provinsi Papua, Indonesia yang membentang lebih dari 300.000 hektar yang dipenuhi dengan hutan hujan.
Selain kedua hewan tersebut para ilmuwan juga menemukan kadal mirip gargoyle dengan mata kuning, tikus berbulu raksasa serta beberapa hewan amfibi, mamalia dan serangga lainnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kumpulan Satwa Indonesia yang Punah


Adakah satwa Indonesia yang telah punah?. Jawabannya pasti ada. Bahkan saya sedikitnya menemukan 6 (enam) spesies hewan (satwa) yang telah dinyatakan punah. Keenam binatang tersebut adalah Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), Harimau Bali (Panthera tigris balica), Verhoeven’s Giant Tree Rat (Papagomys theodorverhoeveni), Tikus Hidung Panjang Flores (Paulamys naso), Kuau Bergaris Ganda (Argusianus bipunctatus), dan Tikus Gua Flores (Spelaeomys florensis).

Keenam hewan ini telah dinyatakan punah. Meskipun untuk Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), masih banyak ahli dan peneliti (utamanya dari Indonesia) yang meyakini hewan ini masih ada. Berikut satwa Indonesia yang telah dinyatakan punah oleh The International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).

Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica)
Harimau Jawa atau Java Tiger (Panthera tigris sondaica) adalah jenis harimau yang hidup di pulau Jawa. Harimau ini dinyatakan punah pada tahun 1980-an, akibat perburuan dan perkembangan lahan pertanian yang mengurangi habitat binatang ini secara drastis. Walaupun begitu, ada juga kemungkinan kepunahan ini terjadi di sekitar tahun 1950-an ketika diperkirakan hanya tinggal 25 ekor jenis harimau ini di habitatnya. 

Terakhir kali ada sinyalemen keberadaan Harimau Jawa ialah di tahun 1972. Di tahun 1979, ada tanda-tanda bahwa tinggal 3 ekor harimau hidup di pulau Jawa. Walaupun begitu, ada kemungkinan kecil binatang ini belum punah. Di tahun 1990-an ada beberapa laporan tentang keberadaan hewan ini, walaupun hal ini tidak bisa diverifikasi.

Harimau Jawa berukuran kecil dibandingkan jenis-jenis harimau lain. Harimau jantan mempunyai berat 100-141 kg dan panjangnya kira-kira 2.43 meter. Betina berbobot lebih ringan, yaitu 75-115 kg dan sedikit lebih pendek dari jenis jantan.

Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Mamalia. Ordo: Carnivora. Famili: Felidae. Genus: Panthera. Spesies:Panthera tigris. Upaspesies: Panthera tigris sondaica. Nama trinomial: Panthera tigris sondaica. (Temminck, 1844)

Harimau Bali (Panthera tigris balica)

Harima Bali atau Bali Tiger (Panthera tigris balica) adalah subspesies harimau yang sudah punah yang dapat ditemui di pulau Bali, Indonesia. Harimau ini adalah salah satu dari tiga sub-spesies harimau di Indonesia bersama dengan harimau Jawa (juga telah punah) dan Harimau Sumatera (spesies terancam)

Harimau BaliHarimau ini adalah harimau terkecil dari tiga sub-spesies. Harimau terakhir diyakini ditembak pada tahun 1925, dan sub-species ini dinyatakan punah pada tanggal 27 September 1937. Karena besar pulauyang kecil, hutan yang terbatas, populasi yang tidak pernah lebih besar dan dianggap tidak ada yang selamat hingga hari ini.

Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Mamalia. Ordo: Carnivora. Famili: Felidae. Genus: Panthera. Spesies:Panthera tigris. Upaspesies: Panthera tigris balica. Nama trinomial: Panthera tigris balica. (Schwarz, 1912).

Kuau Bergaris Ganda (Argusianus bipunctatus)

Double-banded Argus atau Kuau Bergaris Ganda (Argusianus bipunctatus) adalah satwa sejenis unggas yang dipercaya pernah hidup di Indonesia (Jawa dan Sumatera) dan Malaysia. Satwa bergenus sama yang masih ada hingga sekarang adalah Kuau Raja (Argusianus argus). Kuau Bergaris Ganda tidak pernah ditemukan di alam, deskripsinya didasarkan pada sejumlah buluyang dikirim ke London dan dipertelakan pada tahun 1871. IUCN memasukkannya dalam status punah.

Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Aves. Order: Galliformes.
Famili: Phasianidae. Genus: Argusianus. Spesies: Argusianus bipunctatus

Verhoeven’s Giant Tree Rat (Papagomys theodorverhoeveni)
Verhoeven’s Giant Tree Rat (Papagomys theodorverhoeveni) adalah satwa dari famili (suku) tikus-tikusan (Muridae) yang pernah hidup di Pulau Flores, Indonesia. Binatang ini dinyatakan punah oleh IUCN pada tahun 1996. Namun para ahli meyakini satwa ini telah punah sekitar 1500 SM. Spesies ini hanya dikenal dari beberapa subfossil fragmen-fragmenyang ditemukan di Pulau Flores, Indonesia.

Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Mammalia. Subkelas: Eutheria. Ordo: Rodentia. Famili: Muridae. Subfamili: Murinae. Genus: Papagomys. Spesies: Papagomy theodorverhoeveni. Nama Binomial: Papagomys theodorverhoeveni (Musser, 1981)

Tikus Hidung Panjang Flores (Paulamys naso)


Seperti halnya Papagomy theodorverhoeveni, Tikus Hidung Oanjang Flores atau Flores Long-nosed Rat (Paulamys naso), satwa dari famili tikus-tikusan ini hanya dikenal dari beberapa subfossil fragmen-fragmen yang ditemukan di Pulau Flores, Indonesia.

Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Mamalia. Infrakelas: Eutheria. Order: Rodentia. Keluarga: Muridae. Subfamili: Murinae. Genus: Paulamys. Spesies: Paulamys naso (Musser, 1986).

Tikus Gua Flores (Spelaeomys florensis)

Seperti halnya Papagomy theodorverhoeveni, Tikus Gua Flores atau Flores Cave Rat (Spelaeomys florensis) satwa dari famili tikus-tikusan ini hanya dikenal dari beberapa subfossil fragmen-fragmen yang ditemukan di Pulau Flores, Indonesia.

Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Mamalia. Infrakelas: Eutheria. Order: Rodentia. Keluarga: Muridae. Subfamili: Murinae. Genus: Spelaeomys. Spesies: Spelaeomys florensis (Hooijer, 1957).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Penemuan Elang Brontok di Tepus





Pada tanggal 20 November 2008, team dari Kanopi Indonesia mendatangi rumah Bapak Sutrisno di Tepus, Gunung Kidul, dimana terdapat seekor Elang Brontok Spizaetus chirrhatus. Kedatangan kami berdasarkan informasi dari anggota PPA (Pemuda Pecinta Alam) Gunung Kidul.

Elang Brontok tersebut ditangkap tidak sengaja oleh warga, ketika terjerat di jaring yang sebenarnya untuk menghalau monyet Macaca fasicularis. Elang yang masih muda ini telah berada di kandang selama kurang lebih 2 minggu.

Kami Kanopi Indonesia, bermasud untuk melepas-liarkan kembali elang tersebut di lokasi yang sama ketika dia ditangkap. Diperoleh informasi, bahwa di lokasi tersebut juga terdapat sarang elang brontok di atas pohon Randu Ciba petanda. Diduga pasangan yang bersarang ini adalah induk dari elang yang tertangkap.

Untuk itu, rencana pelepas-liaran tidak begitu saja. Kami telah membuka hubungan dengan berbagai macam lembaga dan individu untuk turut serta dalam pelepas-liaran serta monitoring. Sampai saat ini telah ada Ligth comitment dari beberapa lembaga.

Sesuai rencana, kami akan mengadakan medical ceck-up yang akan dibantu oleh Drh. Dian Tresnowikanti, dokter hewan yang masih bertugas di Pusat Penyelamatan Satwa Jogja. Dalam medical ceck-up ini, akan dilakukan test Avian Influensa, gambaran darah dan fisio ceck-up.

Bersamaan dengan hal tersebut, kami akan melakukan pengukuran / meansurement treatment serta
pemasangan Radio Telemetri untuk proses monitoring. Radio Telemetri, kami peroleh dari RAIN (Raptor Indonesia) organisasi networking yang khusus menangani Raptor di Indonesia. Untuk Radio receiver sebagai alat pemantau, kami mendapat pinjaman alat dari ARRCN(Asian Raptor Research Conservation Networking) dimana alat tersebut dikelola oleh Raptor Center Pabaruban, Bandung/YPAL (Yayasan Pribumi Alam Lestari ) Bandung.

Proses selanjutnya, Habituasi. Dimana elang tersebut akan kami “kandangkan” di dalam kandang semipermanen. Kandang di buat dari jaring dengan ukuran 7mx4mx2m. Kandang ini akan kami buat di sekitar sarang (pohon Randu) Jaring Kandang dibantu pengadaannya oleh IAR (International Animal Rescue)yang berkedudukan di Ciapus, Bogor. Habituasi bermasud untuk mengenalkan kembali elang yang telah di tangkap dengan alam-nya. Selain itu kami akan memantau respon dari elang tersebut dengan alam dan mungkin juga respon induk yang masih sering berada di sarang dengan elang yang akan kami lepas.

Proses habituasi akan dilaksanakan kurang lebih 5-7 hari dimana hal ini sangat tergantung pada respon elang terhadap lingkungannya. Selama itu pula akan dilakukan pengambilan data yang dilakukan oleh beberapa relawan yang berasal dari bermacam lembaga, diantaranya Matalabiogama Fakultas Biologi UGM, KSSL (Kelompok Studi Satwa Liar Fakultas Kedokteran Hewan, UGM), KP3 (Kelompok Pengamat, Pemerhati, Peneliti Burung Fakultas Kehutanan, UGM), WCF-Documentation Forum (Wildlife Conservation Forum) dan di koordinir oleh Kanopi Indonesia.

Setelah Pelepas-liaran, juga akan dilakukan monitoring. Monitoring ini berguna untuk melihat tingkat survive dan daya jelajah elang. Monitoring intensive selama 2 minggu penuh. Mengingat keterbatasan Sumberdaya, Monitoring selanjutnya akan dilakukan satu minggu sekali selama 3 bulan dan selanjutnya di lakukan monitoring sebulan sekali. Kegiata ini akan di dukung oleh WCS (Wildlife Conservation Society) dan lembaga lembaga tersebut diatas.

Selama proses pre-release sampai monitoring, kami akan melibatkan masyarakat setempat, seperti dalam pembuatan kandang dan pemantauan. Untuk itu, kami juga berharap dukungan sepenuhnya dari pemerintah dalam hal ini BKSDA (Balai Konserbasi Sumber Daya Alam) Yogyakarta, sebagai otoritas hukum yang menangani satwa liar yang di lindungi seperti elang brontok tersebut. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

9 Fakta Satwa Liar Indonesia







Inilah fakta -fakta tentang satwa liar yang ada di negara kita :
  1. Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia terdapat di Indonesia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas daratan dunia. Indonesia nomer 1 dalam hal kekayaan mamalia (515 jenis) dan menjadi habitat dari sekitar 1539 jenis burung. Sebanyak 45% ikan di dunia, hidup di Indonesia.
  2. Meskipun kaya, namun Indonesia dikenal juga sebagai negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa liar yang terancam punah. Saat ini jumlah jenis satwa liar Indonesia yang terancam punah adalah 147 jenis mamalia, 114 jenis burung, 28 jenis reptil, 91 jenis ikan dan 28 jenis invertebrata (IUCN, 2003). 
  3. Sebanyak 40% satwa liar yang diperdagangkan mati akibat proses penangkapan yang menyakitkan, pengangkutan yang tidak memadai, kandang sempit dan makanan yang kurang.
  4. 60% mamalia yang diperdagangkan di pasar burung adalah jenis yang langka dan dilindungi undang-undang.
  5. 70% primata dan kakatua yang dipelihara masyarakat menderita penyakit dan penyimpangan perilaku. Banyak dari penyakir yang diderita satwa itu bisa menular ke manusia.
  6. Lebih dari 100.000 burung paruh bengkok setiap tahunnya ditangkap dari alam Papua dan Maluku. Penangkapan ini juga melibatkan oknum militer. Sebagian besar burung tersebut adalah ditangkap secara ilegal dari alam.
  7. Burung paruh bengkok (nuri dan kakatua) ditangkap dari alam dengan cara-cara yang menyiksa dan menyakitkan satwa. Bulunya dicabuti agar tidak bisa terbang.
  8. Setiap tahunnya ada sekitar 1000 ekor orangutan Kalimantan yang diselundupkan ke Jawa dan juga luar negeri. Sebagian besar orangutan yang diperdagangkan adalah masih bayi. Untuk menangkap seekor bayi orangutan, pemburu harus membunuh induk orangutan itu yang akan mempertahankan anaknya sampai mati.
  9. Sekitar 3000 owa dan siamang setiap tahunnya diburu untuk diperdagangkan di dalam negeri dan diselundupkan ke luar negeri.

Dari fakta - fakta tersebut dapat kita lihat lebih banyak fakta tragis mengingat betapa kayanya Indonesia akan jenis satwa liar. Dan prediksi bahwa 147 jenis mamalia, 114 jenis burung, 28 jenis reptil, 91 jenis ikan dan 28 jenis invertebrata punah akan benar - benar terjadi bila kita tidak melakukan apa - apa.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

KUSKUS

Mengenal Kuskus Mamalia Berkantung

Kuskus merupakan salah satu mamalia berkantung yang ada di Indonesia. Seperti kanguru, kuskus betina melahirkan anaknya kemudian merawat dan membawa anaknya dalam kantung yang terdapat di perutnya.
Kuskus sering dianggap hewan yang sama dengan kukang, padahal keduanya berbeda. Ciri utama kus-kus selain kantong yang terdapat di perutnya adalah bentuk muka yang bundar dengan daun telinga yang kecil, serta bulu yang lebat.
Selain itu kuskus mempunyai ekor yang panjang dan kuat yang berfungsi sebagai alat untuk berpegangan saat berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Ekor kuskus juga menjadi senjata pertahanan dengan cara mengaitkan ekornya kuat-kuat pada batang atau cabang pohon.
Kuskus beruang (Ailurops ursinus) merupakan kuskus terbesar (gambar: wikipedia)
Kuskus merupakan binatang herbivora dengan makanan utama dedaunan dan buah-buahan. Satwa yang sangat pendiam ini hidup secara soliter. Kuskus merupakan satwa australis yang persebarannya terbatas di Indonesia bagian timur (Sulawesi, Maluku, Papua), Australia dan Papua New Guinea.
Kuskus terbesar adalah kuskus beruang (Ailurops ursinus) yang panjang tubuhnya mencapai 1 meter lebih. Sedangkan jenis kuskus terkecil adalah kus-kus kerdil yang memiliki panjang tubuh hanya 29-38 cm dengan berat hanya 1 kg.
Selain dianggap sebagai spesies yang sama dengan kukang, orang juga lebih sering menganggap kuskus sebagai satu spesies. Padahal kuskus terdiri atas beberapa spesies yang terkelompokkan dalam 5 genus yakni Ailurops, Phalanger, Spilocuscus, Strigocuscus, dan Trichosurus.
Macam Jenis Kuskus. Dari 5 genus kuskus, 4 genus terdapat di Indonesia yakni Ailurops, Phalanger, Spilocuscus dan Strigocuscus. Beberapa spesies jenis kuskus yang terdapat di Indonesia, diantaranya adalah:
  • Kuskus Beruang (Ailurops ursinus); Kuskus yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai Bear Cuscus, Bear Phalanger, atau Sulawesi Bear Cuscus ini terdapat di pulau Sulawesi, pulau Butung, pulau Peleng, pulau Togian, Indonesia. Kuskus terbesar dengan panjang tubuh mencapai lebih dari 1 meter ini oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam status konservasi “Vulnerable” (Rentan).
  • Kuskus gebe (Phalanger alexandrae); Kuskus ini merupakan endemik pulau Gebe, pulau kecil di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku, Indonesia) dan baru ditemukan pada tahun 1995. Status konservasinya “Endangered” (terancam punah).
  • Kuskus gunung atau mountain cuscus (Phalanger carmelitae); Terdapat di Papua (Indonesia dan Papua New Guinea). Status konservasinya “Least Concern”(Resiko rendah).
  • Kuskus tanah atau ground cuscus (Phalanger gymnotis); Terdapat di Papua (Indonesia dan Papua New Guinea). Status konservasinya “Least Concern”.
  • Kuskus matabiru atau Blue-eyed Cuscus (Phalanger matabiru); Merupakan kuskus satwa endemik pulau Ternate dan Tidore, Maluku. Kuskus yang baru teridentifikasi pada tahun 1995 ini berstatus konservasi “Vulnerable”.
  • Kuskus australia atau Southern Common Cuscus (Phalanger mimicus); mempunyai sebaran yang luas meliputi Australia, Indonesia, (Papua) dan Papua New Guinea. Status konservasi: “Least Concern”.
  • Northern Common Cuscus (Phalanger orientalis); Kuskus yang disebut juga sebagai Grey Cuscus dan Common Phalanger ini terdapat di Indonesia (pulau Timor, Wetar, Leti, Ambon, Buru, Seram dan beberapa pulau lain di Maluku), Timor Leste, Papua New Guinea, dan Kep. Solomon. Status konservasi: “Least Concern”.
  • Ornate Cuscus atau Moluccan Cuscus (Phalanger ornatus); Terdapat di pulau Halmahera, Bacan, dan Morotai. Status konservasinya “Least Concern”.
  • Kuskus pulau obi atau Obi Cuscus (Phalanger rothschildi); Terdapat di pulau Obi dan Bisa, Maluku. Status konservasinya “Least Concern”.
  • Silky Cuscus (Phalanger sericeus); Terdapat di pulau Papua (Indonesia dan Papua New Guinea). Kuskus yang hidup di ketinggian antara 1.500-3.600 meter dpl ini berstatus konservasi “Least Concern”.
  • Stein’s Cuscus (Phalanger vestitus); Satwa ini terdapat di pulau Papua (Indonesia dan Papua New Guinea). Kuskus yang hidup di ketinggian antara 1.200-2.200 meter dpl ini berstatus konservasi “Least Concern”.
  • Common Spotted Cuscus (Spilocuscus maculatus); Terdapat di Indonesia (Maluku, pulau Yapen, kep. Aru, Papua), Australia, dan Papua New Guinea. Status konservasinya “Least Concern”.
  • Kuskus kerdil (Strigocuscus celebensis); Kuskus yang disebut juga sebagai Small Sulawesi Cuscus, Little Celebes Cuscus, Small Cuscus ini merupakan kuskus terkecil yang terdapat di Sulawesi dan pulau sekitarnya seperti Sangihe dan Siau. Status konservasinya “Vulnerable”.
Spesies kuskus lainnya:
  • Eastern Common Cuscus (P. intercastellanus); Papua New Guinea.
  • Woodlark Cuscus (P. lullulae); Papua New Guinea.
  • Telefomin Cuscus (Phalanger matanim); Papua New Guinea.
  • Short-eared Brushtail Possum (Trichosurus caninus); Australia.
  • Common Brushtail Possum (T. vulpecula); Australia.
Dilindungi Tapi Banyak Dipelihara. Kuskus merupakan salah satu satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan PP. No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Namun binatang lucu ini ternyata banyak diperjualbelikan dan dipelihara dengan bebas.
Perundang-undangan Indonesia (PP. No. 7 Tahun 1999) ternyata hanya memasukkan genus Phalanger saja tanpa merinci perspesies. Bahkan 3 genus lainnya (Ailurops, Strigocuscus dan Spilocuscus) tidak termaktub di dalamnya.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Subkelas: Marsupialia; Ordo: Diprotodontia; Sub-ordo: Phalangeriformes; Famili: Phalangeridae; Genus: Ailurops, Phalanger, Spilocuscus, Strigocuscus, dan Trichosurus; Spesies: lihat artikel.
Referensi: www.iucnredlist.org; Gambar: en.wikipedia.org

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Daftar Nama Binatang Langka Yang Dilindungi Di Indonesia


Berikut ini adalah daftar nama hewan yang dilindungi oleh hukum di Indonesia. Dilarang memelihara binatang tersebut tanpa persetujuan pihak yang berwenang. BPada umumnya habitat dari hewan yang dilindungi adalah cagar alam, di mana daerah cagar alam tersebut tidak boleh terusik dan terisolasi dari campur tangan kepentingan manusia.
- Alap-Alap- Anggang
- Anoa- Babi Rusa- Badak Jawa
- Badak Kalimantan- Badak Sumatera
- Bajing Tanah- Bangau Hitam- Banteng
- Bayam- Beruang Muda- Beruk Mentawai
- Biawak Ambong- Biawak Maluku
- Biawak Pohon- Biawak Togian-
-Bimok ibis- Buaya Sapit
- Buaya Taman- Buaya Tawar
- Burung Beo Nias- Burung Cacin
-Burung Dara Mahkota
- Burung Gosong- Burung Kipas
- Burung Kipas Biru- Burung Luntur
- Burung Madu- Burung Maleo
- Burung Mas- Burung Merak
- Burung Paok- Burung Sesap
- Burung Titi- Burung Udang
- Cendrawasih- Cipan
- Cubo- Duyun- Gajah Sumatra
- Gangsa Batu Sula
- Gangsa Laut- Harimau Loreng
- Harimau Sumatra
- Ibis Hitam- Ibis Putih- Itik Liar
- Jalak Bali- Jalak Putih
- Jantingan- Jelarang- Julang
- Junai- Kahau Kalimantan
- Kakaktua Hitam
- Kakaktua Kuning
- Kakatua Raja
- Kancil- Kangkareng
- Kanguru Pohon
- Kasuari- Kelinci Liar Sumatra
- Kera Tak Berbuntut- Kijang
- Klaces- Komodo
- Kowak Merah- Kuau- Kubung
- Kucing Hitam- Kura-Kura Gading
- Kuskus- Kuwuh
- Labis-Labis Besar- Landak Irian
- Lumba-Lumba Air Laut
- Lumba-Lumba Air Tawar
- Lutung Mentawai- Lutung Merah
- Macan tutul- Maleo
- Malu-Malu- Mambruk
- Mandar Suiawesi- Marabus
- Meong Congkok- Merak- Minata
- Monyet Hitam- Monyet Jambul
- Monyet Sulawesi- Muncak
- Musang Air- Nori Merah
- Orangutan Pongo
- Orangutan/Mawas- Pelanduk Napu
- Pengisap Madu- Penyu Raksasa
- Pesut- Peusing- Platuk Besi
- Raja Udang- Rangkok
- Rankong- Roko-Roko
- Rungka- Rusa Bawean- Sandanglawe
- Sapi Hutan- Siamang- Suruku
- Tando- Tapir- Trenggiling
- Tungtong- Ular Panana
- Walang Kadak- Walang Kekek
- Wili-Wili

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ikan Lanset: Nenek Moyang Manusia dan Hewan Bertulang-belakang (I)

Majalah ilmiah terkemuka, Nature, pada edisi tanggal 19 Juni 2008 melaporkan telah diselesaikannya proyek pembacaan genom (genome sequencing project) dari ikan lanset (B. Inggris: lancelet / amphioxus, Latin: Branchiostoma sp.). Proyek pembacaan genom ini adalah suatu kegiatan lintas-negara yang merupakan suatu kerjasama antara tim-tim peneliti dari Jepang, Inggris, Amerika Serikat, Swiss, dan Spanyol. Apa keunikan ikan lanset ini sehingga proyek pembacaan genom-nya diprioritaskan?
Apa itu ikan lanset?
Ikan lanset, walaupun pada namanya digunakan kata "ikan", bukanlah ikan seperti yang dipelihara maupun dikonsumsi. Ikan yang biasa kita kenal merupakan suatu kelompok mahluk hidup yang termasuk dalam kelompok mahluk hidup bertulang-belakang (vertebrata). Tetapi ikan lanset bukan termasuk dalam kelompok vertebrata maupun invertebrata (mahluk tanpa tulang belakang) sehingga sering disebut sebagai "mahluk perbatasan" atau kyoukai doubutsu dalam bahasa Jepang. Ikan lanset memiliki kelompok tersendiri, yang disebut sebagai Cephalochordata. Kelompok ikan yang termasuk ke dalam Cephalochordata ini termasuk dalam kelompok hewan yang disebut Chordata, yaitu kelompok hewan yang memiliki notochorda, yaitu suatu struktur berbentuk pipa yang terdapat di daerah punggung pada saat pembentukan embrio awal. Yang termasuk di dalam chordata adalah ikan lanset (cephalochordata), nanas laut (urochordata), dan hewan bertulang-belakang (vertebrata). Ikan lanset dan nanas laut dikenal sebagai "Chordata yang bukan vertebrata".
Ikan lanset ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1774 oleh P. S. Pallas, seorang ilmuwan dari Jerman. Namun dalam laporannya Pallas mengklasifikasikannya sebagai sejenis siput (Yasui & Kubokawa, 2005). Oleh sebab itulah nama Jepang dari mahluk ini adalah "namekuji-uo", yang berarti ikan siput. Pada tahun 1834 O. G. Costa mengelompokan salah satu kerabat dari ikan lanset ini sebagai suatu jenis ikan baru dengan nama genus Branchiostoma ? yang menjadi salah satu penyebab mengapa nama mahluk ini disebut sebagai "ikan" dalam bahasa Indonesia. Baru pada tahun 1836, Yarrell mengelompokkannya sebagai mahluk yang dekat dengan ikan-ikan agnatha ("tanpa-rahang"), yang tidak memiliki rahang, tanpa mata, tanpa sirip perut dan dada. Sebagai catatan, ikan-ikan agnatha adalah kelompok ikan yang dianggap sebagai mahluk bertulang-belakang yang "paling kuno". Klasifikasi Yarrell ini pada jamannya bisa dianggap paling maju, karena hanya dengan petunjuk morfologis (bentuk luar tubuh) yang relatif minim, mampu menempatkan ikan lanset pada posisi basal dari kelompok mahluk bertulang-belakang. Nama ilmiah yang diperkenalkan oleh Yarrell, Amphioxus lanceolatus, yang berarti "tombak kecil (lanceolatus) bermata di dua ujung (amphioxus)", yang dipakai dalam bahasa inggris sebagai nama umum (amphoxus / lancelet). Pada tahun 1867 A. Kowalevsky di menempatkan ikan lanset dalam posisi sekarang, yaitu sebagai Cephalochordata, dan mengajukan pendapat bahwa ikan lanset adalah kerabat terdekat mahluk bertulang belakang. Klasifikasi modern ikan lanset, terutama yang menggunakan marker molekuler seperti DNA mitokondria dan nukleus (inti sel), juga menempatkannya dalam kelompok Chordata.
. Ikan lanset yang diawetkan. Foto diambil dari homepage Universitas Susquehanna.
Ikan lanset diperkirakan sudah berada di bumi ini sejak lebih dari 500 juta tahun yang lalu, yaitu pada jaman Cambrian. Fosil ikan lanset banyak ditemukan dan salah satunya yang terkenal adalah fosil Pikaia gracilens yang ditemukan di tempat pengambilan fosil sangat purba Burgess Shale di Kanada. Fosil hewan serupa juga ditemukan di Haikou, China (Shu et al., 1999).
Kelompok ikan lanset diperkirakan terdiri dari 3 genera (Epigonichthys, Branchiostoma, dan Asymmetron; Kon et al., 2007), dan sekitar 50 spesies. Bentuk fisik dan pola hidup kedua genera ini sangat mirip. Namun, hasil penelitian terbaru dengan menggunakan DNA mitokondria sebagai marker molekuler (penjelasan tentang marker molekuler dapat dilihat di bawah) menunjukkan bahwa ikan lanset, walaupun bentuk dan pola hidupnya sangat mirip, terdiri dari berbagai kelompok yang secara genetik sangat berbeda dan terpisah jauh (Kon et al., 2007). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan lanset tetap mempertahankan bentuk luar tubuhnya yang seperti tusuk gigi walaupun telah menempuh evolusi dalam waktu yang sangat lama, atau minimal sama panjangnya dengan berbagai hewan lain. Padahal, seperti yang kita ketahui, hewan-hewan lainnya seperti ikan bersirip (Actinopteygii), hewan menyusui (Mammalia), dan serangga (Insecta) memvariasikan bentuk tubuh hingga sangat beraneka ragam.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

8000 Ekor Hewan Bantuan Lenyap

SUMBAWA,Nusatenggaranews.com.-Tidak tanggung-tanggung, 8000 ekor hewan bantuan yang selama ini diberikan kepada masyarakat sebagai bantuan pemerintah kepada masyarakat, lenyap, hilang tak berbekas. Temuan ini di kemukakan Ketua “ Muda “ DPRD Sumbawa, Nurdin Ranggabarani, SH.MH selasa malam (21/10) diruang sidang utama kantor DPRD Sumbawa.

Hewan-hewan yang sedianya diamanatkan bagi kemaslahatan orang banyak dan diperuntukkan bagi kelompok masyarakat miskin dengan maksud agar taraf hidup secara ekonomi dapat terbantu, justru yang terjadi hewan-hewan tersebut hilang.
Pemerintah melalui berbagai bentuk program, menyalurkan bantuan hewan kerpada kelompok masyarakat untuk dilakukan pengembangbiakan hewan bantuan. “ ada sekitar 8000 (delapan ribu red) hewan bantuan yang saat ini tidak jelas keberadaannya bahkan hilang,” tandas ketua “ muda “ dihadapan peserta sidang pembahasan anggaran perubahan 2008.
Dijelaskannya, data tersebut berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan dewan terhadap berbagai bentuk bantuan pemerintah yang disalurkan ke masyakarat. “ ini hasil temuan komisi II yang melakukan monitoring lapangan atas bantuan hewan kepada masyarakat,” Jelas Nurdin Ranggabarani wakil Ketua “Muda” DPRD Sumbawa, yang juga ketua Dewan pimpinan Cabang partai Persatuan Pembangunan Kabupaten Sumbawa dengan tanpa merinci bantuan tersebut disalurkan sejak tahun berapa.
“ jangankan akan berkembang, ketika di cek ternyata hewannya sudah tidak ada. Padahal kita bermaksud bantuan tersebut akan mampu membantu masyarakat dan selanjutnya dapat digulirkan bagi kelompok lainnya,” tegas Nurdin yang kecewa dengan kondisi tersebut.
Karenanya, dalam kesempatan tersebut Nurdin berharap kedepan pemerintah untuk lebih selektif dalam memberikan bantuan. “ Perlu di bentuk team yang melakukan verifikasi dari calon penerima bantuan,” tandasnya. Berdasarkan data dan fakta yang ada, banyak bantuan yang tidak tepat sasaran. (GS)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

DAFTAR SATWA LANGKA

Daftar satwa di Indonesia yang dilindungi ini saya susun berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Berdasarkan PP tersebut sedikitnya terdapat 70 spisies mamalia, 93 aves (burung), 29 reptil, 20 serangga (insecta), 7 ikan (pisces), 1 antrozoa, dan 13 bivalvia.

Berikut daftar satwa (hewan) yang dilindungi dari kepunahan tersebut
1. Anoa depressicornis (Anoa Dataran Rendah, Kerbau Pendek) dan
2. Anoa quarlesi (Anoa Pegunungan)
anoa depressicornisAnoa adalah hewan khas Sulawesi. Ada dua spesies anoa yaitu: Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis). Keduanya tinggal dalam hutan yang tidak dijamah manusia. Penampilan mereka mirip dengan rusa dengan berat 150-300 kg. Kedua spesies tersebut dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia. Sejak tahun 1960-an berada dalam status terancam punah. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan dagingnya.
anoa quarlesiAnoa Pegunungan juga dikenal dengan nama Mountain Anoa, Anoa de Montana, Anoa de Quarle, Anoa des Montagnes, dan Quarle’s Anoa. Sedangkan Anoa Dataran Rendah juga dikenal dengan nama Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Hewan, Filum: Chordata, Kelas: Mamalia, Ordo: Artiodactyla, Famili: Bovidae, Upafamili: Bovinae, Genus: Bubalus, Spesies: B. quarlesi, B. depressicornis. Nama binomial: Bubalus quarlesi (Ouwens, 1910). Bubalus depressicornis (H. Smith, 1827).
3. Arctictis binturong (Binturong, Binturung, Menturung)
Binturong_in_OverloonBinturung (Arctictis binturong) adalah sejenis musang bertubuh besar. Beberapa dialek Melayu menyebutnya binturong, menturung ataumenturun. Dalam bahasa Inggris, hewan ini disebut Binturong, Malay Civet Cat, Asian Bearcat, Palawan Bearcat, atau secara ringkas Bearcat. Barangkali karena karnivora berbulu hitam lebat ini bertampang mirip beruang yang berekor panjang, sementara juga berkumis lebat dan panjang seperti kucing
Binturung diburu untuk diambil kulitnya yang berbulu tebal, dan untuk dimanfaatkan bagian-bagian tubuhnya sebagai bahan obat tradisional. Hancurnya hutan juga berakibat pada meurunnya populasi Binturung di alam bebas. Satwa ini dilindungi.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Carnivora; Famili: Viverridae; Upafamili: Paradoxurinae; Genus: Arctictis (Temminck, 1824) Spesies: A. binturong. Nama binomial: Arctictis binturong (Raffles, 1821).
4. Arctonyx collaris (Pulusan)
Arctonyx collarisDalam bahasa inggris disebut Hog Badger. Salah satu habitatnya terdapat di Taman Nasional Gunung Leuser Aceh. Hanya itu yang saya ketahui tentang spisies ini.
Klasifikaksi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mamalia; Ordo: Karnivora; Famili: Mustelidae; Genus: Arctonyx; Spesies: A. collaris. Nama binomial: Arctonyx collaris (Cuvier, 1825).
5. Babyrousa Babyrussa (Babirusa)
babirusaBabirusa (Babyrousa babirussa) hanya terdapat di sekitar Sulawesi, Pulau Togian, Malenge, Sula, Buru dan Maluku. Habitat babirusa banyak ditemukan di hutan hujan tropis. Hewan ini gemar melahap buah-buahan dan tumbuhan, seperti mangga, jamur dan dedaunan. Mereka hanya berburu makanan pada malam hari untuk menghindari beberapa binatang buas yang sering menyerang.
Panjang tubuh babirusa sekitar 87 sampai 106 sentimeter. Tinggi babirusa berkisar pada 65-80 sentimeter dan berat tubuhnya bisa mencapai 90 kilogram. Meskipun bersifat penyendiri, pada umumnya mereka hidup berkelompok dengan seekor pejantan yang paling kuat sebagai pemimpinnya.
Mereka sering diburu penduduk setempat untuk dimangsa atau sengaja dibunuh karena merusak lahan pertanian dan perkebunan. Populasi hewan yang juga memangsa larva ini kian sedikit hingga termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi. Jumlah mereka diperkirakan tinggal 4000 ekor dan hanya terdapat di Indonesia. Sejak tahun 1996 hewan ini telah masuk dalam kategori langka dan dilindungi oleh IUCN dan CITES.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Artiodactyla; Famili: Suidae; Genus: Babyrousa; Spesies: B. babyrussa. Nama binomial: Babyrousa babyrussa (Linnaeus, 1758)
6. Balaenoptera musculus (Paus Biru)
paus biruPaus Biru diyakini sebagai hewan terbesar yang ada saat ini. Panjangnya bisa mencapai 33,59 m dan beratnya 181 ton, atau lebih. Paus Biru dapat berenang dengan kecepatan 50 km/jam, ketika berenang untuk perjalanan, kecepatannya sekitar 20 km/jam, sedangkan ketika sedang makan, mereka memperlambat kecepatannya sampai sekitar 5 km/jam. Mulut Paus Biru dapat menampung 90 ton makanan dan air. Umurnya bisa mencapai 80 tahun.
Populasi di seluruh dunia pada tahun 2002 diperkirakan hanya sekitar 5.000 sampai 12.000 ekor saja. Termasuk dalam spesies yang terancam punah. Dilarang untuk diburu sejak tahun 1966.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Cetacea; Upaordo: Mysticeti; Famili: Balaenopteridae; Genus: Balaenoptera; Spesies: B. musculus. Nama binomial: Balaenoptera musculus (Linnaeus, 1758).
7. Balaenoptera physalus (Paus Bersirip)
Paus bersiripPopulasi tidak lebih dari 5.000 ekor.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Subkelas: Eutheria; Ordo: Cetacea; Subordo: Mysticeti; Famili: Balaenoptiidae; Genus: Balaenoptera; Spesies: B. physalus; Nama Binomial: Balaenoptera physalus (Linnaeus, 1758)
8. Bos Sondaicus (Banteng)
BantengBanteng, Bos javanicus, adalah hewan yang sekerabat dengan sapi dan ditemukan di Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Kalimantan, Jawa, and Bali. Banteng tumbuh hingga tinggi sekitar 1,6 m di bagian pundaknya dan panjang badan 2,3 m. Berat banteng jantan biasanya sekitar 680 – 810 kg – jantan yang sangat besar bisa mencapai berat satu ton – sedangkan betinanya memiliki berat yang lebih kecil. Banteng memiliki bagian putih pada kaki bagian bawah, punuk putih, serta warna putih disekitar mata dan moncongnya
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Artiodactyla; Famili: Bovidae; Upafamili: Bovinae; Genus: Bos; Spesies: B. javanicus. Nama binomial: Bos javanicus (d’Alton, 1823)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Daftar Nama Satwa Langka



Coelacanth

Klasifikasi ilmiah
* Kerajaan: Animalia
* Filum: Chordata
* Kelas: Sarcopterygii
* Upakelas: Actinistia
* Infrakelas: Coelacanthimorpha
* Ordo: Coelacanthiformes Berg, 1937
Coelacanth (artinya "duri yang berongga", dari perkataan Yunani coelia, "κοιλιά" (berongga) dan acanthos, "άκανθος" (duri), merujuk pada duri siripnya yang berongga) IPA: [ˈsiːləˌkænθ] adalah nama ordo (bangsa) ikan yang antara lain terdiri dari sebuah cabang evolusi tertua yang masih hidup dari ikan berahang. Coelacanth diperkirakan sudah punah sejak akhir masa Cretaceous 65 juta tahun yang lalu, sampai sebuah spesimen ditemukan di timur Afrika Selatan, di perairan sungai Chalumna tahun 1938. Sejak itu Coelacanth telah ditemukan di Komoro, perairan pulau Manado Tua di Sulawesi, Kenya, Tanzania, Mozambik, Madagaskar dan taman laut St. Lucia di Afrika Selatan. Di Indonesia, khususnya di sekitar Manado, Sulawesi Utara, spesies ini oleh masyarakat lokal dinamai ikan raja laut.

Coelacanth terdiri dari sekitar 120 spesies yang diketahui berdasarkan penemuan fosil.
Fosil hidup
Sampai saat ini, telah ada 2 spesies hidup Coelacanth yang ditemukan yaitu Coelacanth Komoro, Latimeria chalumnae dan Coelacanth Sulawesi (manado), Latimeria menadoensis.

Hingga tahun 1938, ikan yang berkerabat dekat dengan ikan paru-paru ini dianggap telah punah semenjak akhir Masa Kretaseus, sekitar 65 juta tahun yang silam. Sampai ketika seekor coelacanth hidup tertangkap oleh jaring hiu di muka kuala Sungai Chalumna, Afrika Selatan pada bulan Desember tahun tersebut. Kapten kapal pukat yang tertarik melihat ikan aneh tersebut, mengirimkannya ke museum di kota East London, yang ketika itu dipimpin oleh Nn. Marjorie Courtney-Latimer. Seorang iktiologis (ahli ikan) setempat, Dr. J.L.B. Smith kemudian mendeskripsi ikan tersebut dan menerbitkan artikelnya di jurnal Nature pada tahun 1939. Ia memberi nama Latimeria chalumnae kepada ikan jenis baru tersebut, untuk mengenang sang kurator museum dan lokasi penemuan ikan itu.
Pencarian lokasi tempat tinggal ikan purba itu selama belasan tahun berikutnya kemudian mendapatkan perairan Kepulauan Komoro di Samudera Hindia sebelah barat sebagai habitatnya, di mana beberapa ratus individu diperkirakan hidup pada kedalaman laut lebih dari 150 m. Di luar kepulauan itu, sampai tahun 1990an beberapa individu juga tertangkap di perairan Mozambique, Madagaskar, dan juga Afrika Selatan. Namun semuanya masih dianggap sebagai bagian dari populasi yang kurang lebih sama.
Pada tahun 1998, enampuluh tahun setelah ditemukannya fosil hidup coelacanth Komoro, seekor ikan raja laut tertangkap jaring nelayan di perairan Pulau Manado Tua, Sulawesi Utara. Ikan ini sudah dikenal lama oleh para nelayan setempat, namun belum diketahui keberadaannya di sana oleh dunia ilmu pengetahuan. Ikan raja laut secara fisik mirip coelacanth Komoro, dengan perbedaan pada warnanya. Yakni raja laut berwarna coklat, sementara coelacanth Komoro berwarna biru baja.
Ikan raja laut tersebut kemudian dikirimkan kepada seorang peneliti Amerika yang tinggal di Manado, Mark Erdmann, bersama dua koleganya, R.L. Caldwell dan Moh. Kasim Moosa dari LIPI. Penemuan ini kemudian dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature. Maka kini orang mengetahui bahwa ada populasi coelacanth yang kedua, yang terpisah menyeberangi Samudera Hindia dan pulau-pulau di Indonesia barat sejauh kurang-lebih 10.000 km. Belakangan, berdasarkan analisis DNA-mitokondria dan isolasi populasi, beberapa peneliti Indonesia dan Prancis mengusulkan ikan raja laut sebagai spesies baru Latimeria menadoensis.
Dua tahun kemudian ditemukan pula sekelompok coelacanth yang hidup di perairan Kawasan Lindung Laut (Marine Protected Areas) St. Lucia di Afrika Selatan. Orang kemudian menyadari bahwa kemungkinan masih terdapat populasi-populasi coelacanth yang lain di dunia, termasuk pula di bagian lain Nusantara, mengingat bahwa ikan ini hidup terisolir di kedalaman laut, terutama di sekitar pulau-pulau vulkanik. Hingga saat ini status taksonomi coelacanth yang baru ini masih diperdebatkan.
Pada bulan Mei 2007, seorang nelayan Indonesia menangkap seekor coelacanth di lepas pantai Provinsi Sulawesi Utara. Ikan ini memiliki ukuran sepanjang 131 centimeter dengan berat 51 kg ketika ditangkap.


Klasifikasi ilmiah

* Kerajaan: Animalia
* Filum: Chordata
* Kelas: Aves
* Ordo: Passeriformes
* Famili: Sturnidae
* Genus: Leucopsar
Stresemann, 1912
* Spesies: L. rothschildi

Pertama kali dilaporkan penemuannya oleh Dr. Baron Stressmann seorang ahli burung berkebangsaan Inggeris pada tanggal 24 Maret 1911. Atas rekomendasi Stressmann, Dr. Baron Victor Von Plessenn mengadakan penelitian lanjutan (tahun 1925) dan menemukan penyebaran burung Jalak Bali mulai dari Bubunan sampai dengan Gilimanuk dengan perkiraan luas penyebaran 320 km2. Pada tahun 1928 sejumlah 5 ekor Jalak Bali di bawa ke Inggeris dan berhasil dibiakkan pada tahun 1931. Kebun Binatang Sandiego di Amerika Serikat mengembangbiakkan Jalak Bali dalam tahun 1962 (Rindjin, 1989).
Status

* Sejak tahun 1966, IUCN ( International Union for Conservation of Natur and Natural Resources) telah memasukan Jalak bali ke dalam Red Data Book, yaitu buku yang memuat jenis flora dan fauna yang terancam punah.
* Dalam konvensi perdagangan internasional bagi jasad liar CITES ( Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora) Jalak bali ter daftar dalam Appendix I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan.
* Pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/70 tanggal 26 Agustus 1970, yang menerangkan antara lain burung Jalak Bali dilindungi undang-undang.
* Dikatagorikan sebagai jenis satwa endemik Bali, yaitu satwa tersebut hanya terdapat di Pulau Bali (saat ini hanya di dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat), dan secara hidupan liar tidak pernah dijumpai dibelahan bumi manapun di dunia ini.
* Oleh Pemerintah Daerah Propinsi Bali dijadikan sebagai Fauna Symbol Propinsi Bali.

Adapun ciri-ciri/karakteristik dari Jalak Bali dapat dikemukakan sebagai berikut :

* Bulu
Sebagian besar bulu Jalak Bali berwarna putih bersih, kecuali bulu ekor dan ujung sayapnya berwarna hitam.
* Mata
Mata berwarna coklat tua, daerah sekitar kelopak mata tidak berbulu dengan warna biru tua.
* Jambul
Burung Jalak Bali mempunyai jambul yang indah, baik pada jenis kelamin jantan maupun pada betina.
* Kaki
Jalak Bali mempunyai kaki berwarna abu-abu biru dengan 4 jari jemari (1 ke belakang dan 3 ke depan).
* Paruh
Paruh runcing dengan panjang 2 - 5 cm, dengan bentuk yang khas dimana pada bagian atasnya terdapat peninggian yang memipih tegak. Warna paruh abu-abu kehitaman dengan ujung berwarna kuning kecoklat-coklatan.
* Ukuran
Sulit membedakan ukuran badan burung Jalak Bali jantan dan betina, namun secara umum yang jantan agak lebih besar dan memiliki kuncir yang lebih panjang.
* Telur
Jalak Bali mempunyai telur berbentuk oval berwarna hijau kebiruan dengan rata-rata diameter terpanjang 3 cm dan diameter terkecil 2 cm.
Di habitat (alam) Jalak Bali menunjukkan proses berbiak pada periode musim penghujan, berkisar pada bulan Nopember sampai dengan Mei. Habitat terakhir Jalak Bali di Taman Nasional Bali Barat hanya terdapat di Semenanjung Prapat Agung (tepatnya Teluk Brumbun dan Teluk Kelor). Hal ini menarik karena dalam catatan sejarah penyebaran Jalak Bali pernah sampai ke daerah Bubunan - Singaraja ± 50 km sebelah Timur kawasan.
Dikarenakan penampilannya yang indah dan elok, Jalak Bali merupakan salah satu burung yang paling diminati oleh para kolektor dan pemelihara burung. Penangkapan liar, hilangnya habitat hutan, serta daerah dimana burung ini ditemukan sangat terbatas menyebabkan populasi Jalak Bali cepat menyusut dan terancam punah dalam waktu singkat. Untuk mencegah hal ini sampai terjadi, sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia menjalankan program penangkaran Jalak Bali. __________________



Kambing Hutan Sumatera

Klasifikasi ilmiah

* Kerajaan: Animalia
* Filum: Chordata
* Kelas: Mammalia
* Ordo: Artiodactyla
* Famili: Bovidae
* Upafamili: Caprinae
* Genus: Capricornis
* Spesies: C. sumatraensis
* Upaspesies: C. s. sumatraensis
Kambing Hutan Sumatera (Sumatran Serow) atau yang dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Capricornis sumatraensis sumatraensis adalah jenis kambing hutan yang hanya terdapat di hutan tropis pulau Sumatra. Di alam bebas keberadaan fauna ini semakin langka dan terancam kepunahan. Oleh International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), satwa ini dikategorikan dalam “genting” atau “Endangered”. Sehingga tidak salah, untuk melindungi yang masih tersisa, jika kemudian pemerintah Indonesia menetapkan Kambing Hutan Sumatera sebagai salah satu satwa yang dilindungi dari kepunahan berdasarkan PP Nomor 7 tahun 1999.
Ciri khas Kambing Hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis sumatraensis) ini adalah bertanduk ramping, pendek dan melengkung ke belakang. Berat badannya antara 50 – 140 kg dengan panjang badannya mencapai antara 140 – 180 cm. Tingginya bila dewasa mencapai antara 85 – 94 cm.
Pada dasarnya kambing hutan berbeda dengan kambing yang diternakkan, karena kambing hutan merupakan perpaduan antara kambing dengan antelop dan masih mempunyai hubungan dekat dengan kerbau. Kambing hutan merupakan satwa yang sangat tangkas dan sering terlihat memanjat dengan cepat di lereng terjal yang biasanya hanya bisa dicapai oleh manusia dengan bantuan tali.
Kambing Hutan Sumatera ini mempunyai habitat di hutan-hutan pegunungan dataran tinggi sumatera. Populasinya yang masih tersisa terdapat di Taman Nasional Kerinci Seblat (Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan) juga dapat ditemukan di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) yang secara administratif berlokasi di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Provinsi Sumatera Utara dan Taman Nasional Gunung Leuser (Nanggroe Aceh Darussalam).
Tidak ada laporan yang berarti tentang kambing ini dalam sepuluh tahun terakhir. Berapakah spesies yang tersisa di alam bebas pun tidak diketahui dengan pasti. Mungkin karena maraknya penebangan dan illegal logging Indonesia, dan kebakaran hutan membuat populasi Kambing Hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis sumatraensis) semakin terdesak dan langka serta semakin sulit diketemukan. Oleh International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), satwa ini dikategorikan dalam “genting” atau “Endangered” atau tiga tingkat di bawah kategori “Punah” (Extinct).
Langkanya Kambing Hutan Sumatera ini membuat hanya sedikit kebun binatang di dunia yang memiliki satwa ini sehingga Kebun binatang yang memiliki koleksi spesies ini sangat bangga. Bahkan banyak kebun binatang di Indonesia sendiri yang tidak memilikinya.

see this